Pria atau Wanita Yang Cocok Jadi Boss ?


Perdebatan gender atau jenis kelamin masih menjadi isu hangat dalam kepemimpinan. Tidak hanya dalam bidang politik, perbedaan jenis kelamin kerap menjadi masalah dalam bisnis. Masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan tidak cukup kompeten untuk berada di ranah manajemen.

Seperti yang dilansir Harvard Business Review, ada beberapa alasan yang umumnya dipakai orang dalam memandang hubungan perempuan dan pengelolaan sebuah organisasi. Pertama, mereka tidak kompeten. Kedua, mereka tidak tertarik. Ketiga, walaupun mereka tertarik dan kompeten, mereka tidak sanggup menembus ruang kaca stereotipe dan berbagai mitos yang mengelilingi mereka.

Orang-orang konservatif dan chauvinis cenderung untuk mendukung alasan yang pertama. Alasan yang ketiga didukung oleh orang-orang yang liberal dan feminis. Sementara itu, alasan kedua didukung oleh orang-orang yang berada di antara keduanya.

Menurut HBR, kegagalan dalam memandang sama laki-laki dan perempuan dalam bidang menejerial dihasilkan oleh misinterpretasi antara confidence (kepercayaan diri) dan competence (kompetensi). Banyak orang menganggap bahwa kepercayaan diri adalah cermin dari kompetensi, padahal tidak selalu demikian. Beberapa karakteristik, seperti kharisma, diidentikkan dengan kompetensi. Mungkin karena inilah lebih banyak laki-laki yang menduduki posisi pemimpin daripada perempuan.

Hal ini sejalan dengan argumentasi Freud bahwa proses psikologis kepemimpinan terjadi karena sebuah kelompok orang rela menggantikan serta menggabungkan keinginan narsistiknya kepada sang pemimpin. Para pengikut merasa cukup terwakili oleh kepercayaan diri sang pemimpin sehingga merelakan pengambilan keputusan kepadanya.

Menariknya, laki-laki di berbagai belahan dunia berpikir bahwa mereka lebih pintar daripada perempuan. Sifat arogan dan overconfidence – secara terbalik – sangat lekat dengan figur seorang pemimpin. Sifat ini dianggap mampu untuk membangun dan menjaga tim untuk terus menghasilkan kinerja baik serta menginspirasi para pengikutnya untuk menyampingkan ego pribadi demi agenda kelompok.

Sebetulnya, dalam berbagai jenis organisasi, figur pemimpin yang baik adalah pemimpin yang rendah hati. Entah secara alami maupun hasil asuhan, kerendahan hati lebih banyak dimiliki perempuan daripada laki-laki. Hal ini terbukti dalam beberapa penelitian, salah satunya adalah studi kuantitatif perbedaan jenis kelamin dalam kepribadian. Studi yang dilakukan terhadap lebih dari 23.000 responden dengan 26 budaya menunjukkan bahwa perempuan lebih sensitif, penuh pertimbangan, dan rendah hati daripada laki-laki.

Sementara itu, hasil studi normatif yang dilakukan terhadap ribuan manajer dalam banyak industri di 40 negara menunjukkan hasil sebaliknya. Laki-laki secara konsisten diketahui lebih arogan, manipulatif, dan rawan resiko daripada perempuan. Alih-alih meributkan jenis kelamin, kompetensi adalah satu pertimbangan penting dalam menentukan seorang pemimpin. Meskipun kompetensi biasanya melahirkan kepercayaan diri, namun kepercayaan diri tidak selalu mencerminkan kompetensi.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris

Arsip Artikel