Dalam film ‘Inception,’ karakter bisa masuk dan memanipulasi mimpi orang lain. Ilmuwan masa kini belum bisa melakukannya namun bisa mengetahui isi pikiran orang mimpi.
Berkat teknologi pencitraan otak, ilmuwan kian dekat untuk bisa mengetahui apakah seseorang sedang melakukan hitungan matematika, berbicara, membaca atau ketakutan saat berada dalam mimpi.
“Teknologi ini akan kian akurat namun tak akan seperti pada ‘Inception,” ujar psikolog Deirdre Barrett dari Harvard University. Namun, para ilmuwan bisa melihat bagian otak apa yang aktif selama bermacam siklus tidur menggunakan elektroencephalografi (EEG), elektrokardiografi (EKG) dan teknologi gerak mata cepat (REMT) guna merekam dan menganalisa gelombang otak saat tidur. Dalam dalam beberapa kasus, mimpi seseorang bisa ditafsirkan.
Dalam satu percobaan, peneliti meneliti seseorang yang sedang tidur dan menghubungkannya dengan robot yang diprogram untuk menerjemahkan gerakan pemimpi. Misalnya, robot menggunakan data posisi mata pemimpi untuk mengetahui arah mana yang harus dilihat.
Gelombang otak bisa dipelajari dan diterjemahkan dalam tindakan, misalnya, teknologi pencitraan otak bisa menentukan apakah seseorang mengalami mimpi buruk atau bermimpi terbang, kata Barrett.
Menurut Barret, pikiran menggunakan tidur sebagai waktu untuk reboot dan memecahkan masalah. Barrett mendiskusikan teori ini di Association for Psychological Science Conventions. Dalam satu percobaan, Barrett meminta mahasiswa fokus pada PR tiap malam sebelum tidur.
Di akhir minggu, sekitar separuh mahasiswa mengaku bermimpi mengenai masalah itu dan sekitar seperempatnya memiliki mimpi berisi jawabannya. Menurut Barret, menggunakan cara sama, otak seseorang bisa memecahkan masalah saat terbangun, pikiran juga bekerja memecahkan masalah saat orang bermimpi.
Para ilmuwan menemukan manfaat tidur nyenyak di malam hari, mulai dari menurunkan berat badan hingga menjaga kesehatan jantung, namun manfaat psikologis dari mimpi dan maknanya tetap sulit dipahami.
Menurut National Center on Sleep Disorders Research (NCSDR), kebanyakan mimpi terjadi pada gerak mata cepat (REM) saat siklus tidur, di mana beberapa bagian otak istirahat dan kimia otak (termasuk neurotransmiter) diisi ulang.
Namun menurut Barrett, terkadang mimpi memang terjadi pada tahap lain dari tidur, terutama pada orang yang memiliki Gangguan Stres Pasca Trauma berat (PTSD) dan masalah lain yang menderegulasi tidur.
“Mimpi aneh mungkin sama penting dan lebih metaforis,” kata Barrett. Banyak mimpi jadi lebih masuk akal dan lebih membantu jika kita memikirkan melambangkan tentang apa konten mimpi kita, lanjutnya.
Jadi, jika mimpi dirancang alam untuk menjadi jalan bagi pikiran untuk secara kreatif memecahkan masalah kehidupan nyata, lalu apa tujuan mimpi buruk? “Mimpi buruk berevolusi untuk membantu kita mencemaskan potensi bahaya,” kata Barrett.
Bahkan mimpi buruk pasca trauma, yang hanya membuat kita kembali trauma, akan berguna. Misalnya, berguna bagi para leluhur ketika binatang liar menyerang atau saat suku saingan menginvasi. Namun, bel alarm evolusi ini mungkin tak begitu berguna saat ini.
“Dengan bahaya modern seperti kebakaran rumah, kecelakaan mobil, perkosaan dan perampokan mungkin tak terulang pada korban yang sama. Mekanisme adaptif tak selalu bekerja dengan baik,” ujar Barrett.
“Namun, beberapa mimpi buruk seperti mengingatkan perhatian untuk mengkhawatirkan sesuatu, saat makin sadar pada perhatian Anda, Anda bisa meyakinkan alam bawah sadar untuk berhenti membuang-buang waktu”.
Meskipun riset Barrett menunjukkan banyak mimpi memiliki makna tersembunyi dan pesan untuk membantu pemimpi dalam hidup di luar mimpi, terkadang mimpi aneh sama sekali tak memiliki makna signifikan.
“Sama seperti pikiran sadar, saya merasa beberapa mimpi adalah minor, konyol, dan berulang. Seperti pada banyaknya pikiran manusia saat bangun yang sering memikirkan hal-hal sepele