10 Alasan Mengapa OSPEK Harus Dihapus !


Hari ini saya mengantar teman saya yang menjadi panitia ospek di Fakultas Psikologi UGM. Jam masih menunjukkan pukul 04.50 pagi, namun sepanjang jalan di depan fakultas sudah dipenuhi para panitia Ospek. Beberapa mahasiswa berpakaian seragam hitam sudah tampak berjaga di jalanan. Mereka melihat saya dengan tatapan tajam, termasuk ketika saya nekat memasuki area mereka tanpa mematikan mesin motor. Saya jadi ingat, beberapa tahun yang lalu saya hampir berkelahi dengan mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya karena mereka menghalangi saya masuk ke jalan yang sama dengan pentungan di tangan dan wajah arogansinya, padahal saya juga panitia OSPEK di kampus yang berbeda.

Seperti yang kita ketahui OSPEK atau apapun namanya kini, telah menjadi suatu tradisi yang melembaga sejak dahulu pada institusi pendidikan di Indonesia seperti SMA dan Perguruan Tinggi terutama pada masa penerimaan pelajar/ mahasiswa baru.

Pada dasarnya kegiatan OSPEK memiliki tujuan mulia untuk mempersiapkan pelajar/ mahasiswa baru untuk memasuki lingkungan pendidikan yang baru dengan serangkaian acara ceramah, tugas-tugas aneh, tetek bengek atribut-atribut, segudang sanksi hukuman yang dipadatkan dalam beberapa hari.

Sejak tahun 1995an, kasus OSPEK mulai muncul di media publik seiring dengan banyaknya korban yang terus berjatuhan. Lalu OSPEK pun berganti-ganti baju untuk memperhalus dan memulihkan citranya sebagai ajang penggojlokan.

Sudah banyak tulisan di media massa yang membahas mengenai keburukan OSPEK, bahkan blog Pak Priyadi juga menyuarakan ketidaksetujuan dengan OSPEK :

Ospek, Ajang Ekspresi Impulsi Kekerasan, dan Jati Diri Praksis Pendidikan
Ospek Mahasiswa Tiru Pola Militeristik
Kekerasan Pada Sistem Pendidikan Indonesia

Bagi saya sendiri, OSPEK adalah budaya PEMBODOHAN yang terus dilestarikan untuk memenuhi kepuasan nafsu kekuasaan dan ekspresi agresifitas sekelompok orang semata dalam lingkungan pendidikan. Berikut ini 10 alasan mengapa OSPEK harus dihapuskan dari sistem pendidikan di Indonesia :

1. OSPEK hanya melestarikan budaya feodal dengan mewajibkan para peserta untuk menghormati paksa senior dan menuruti segala kehendak senior. Hanya terkesan memuaskan para senior yang ‘sok gila kuasa’ dan menganggap rendah status mahasiswa baru tak lebih sebagai budaknya.

2. Pelaksanaan OSPEK selama ini yang bermaksud menanamkan kedisiplinan dengan hukuman dan bentakan hanyalah sebuah bentuk militerisasi dalam kampus. Ini adalah bentuk KEMUNAFIKAN mahasiswa yang katanya anti militerisme dalam kampus tetapi malah melestarikan militerisme dari waktu ke waktu.

3. Penanaman nilai-nilai baru dalam waktu yang singkat dan dalam tekanan adalah sangat TIDAK EFEKTIF ditinjau dari faktor psikologi. Mahasiswa yang tidak tidur ataupun kelelahan karena mengerjakan setumpuk tugas tidak memiliki kesiapan maksimal untuk menerima informasi baru.

4. Pembuatan aneka atribut yang aneh-aneh merupakan suatu pemborosan uang dan waktu semata, tak sebanding dengan nilai-nilai yang ditanamkan dalam serangkaian aneka atribut tersebut.

5. Thorndike, seorang ahli psikologi pembelajaran menyatakan bahwa hukuman tidak efektif untuk meniadakan suatu perilaku tertentu. Begitu halnya dengan hukuman dan sanksi pada OSPEK tidak akan efektif membuat seorang mahasiswa untuk menghilangkan perilaku-perilaku buruknya.

6. Kekuasaaan sangat dekat dengan kekerasan, maka tak heran jika panitia yang memiliki wewenang dan derajat lebih tinggi dari mahasiswa baru akan melakukan kekerasan baik fisik maupun psikis kepada mahasiswa baru.

7. Tak dapat dipungkiri bahwa terkadang OSPEK merupakan sarana balas dendam bagi senior atas perlakuan kakak kelas yang mereka alami pada waktu dulu. Rasa dendam akan selalu muncul dalam segala perlakuan yang menyakitkan, namun berhubung OSPEK adalah sesuatu yang dilegalkan sehingga kesempatan membalas hanya mungkin dilakukan pada OSPEK tahun berikutnya.

8. OSPEK memang terbukti mengakrabkan para mahasiswa, namun proses keakraban pada mahasiswa akan terjadi dengan sendirinya ketika mahasiswa mulai beraktivitas dalam kampus tanpa perlu dipaksakan dalam suatu penderitaan.

9. Setiap orang memiliki kerentanan psikologis yang berbeda-beda, sehingga hukuman yang serampangan ataupun perlakuan yang menekan mental pada OSPEK dapat menimbulkan suatu TRAUMA PSIKOLOGIS tersendiri bagi beberapa orang. Trauma ini pada akhirnya akan menimbulkan abnormalitas kejiwaan seseorang.

10. Kenangan dalam OSPEK hanya menciptakan romantisme tertentu ketika diceritakan beberapa waktu setelah OSPEK, namun tentunya setiap orang tidak ingin mengalami OSPEK untuk beberapa kali lagi. Ini merupakan bukti bahwa setiap orang tidak menginginkan OSPEK terjadi lagi dalam hidup mereka. *Coba tanyakan juga pada mahasiswa baru tentang kesan OSPEK.

10 Alasan diatas sudah cukup untuk menghapuskan OSPEK dari sistem pendidikan di negara kita.

Solusi yang saya tawarkan untuk mengganti OSPEK, yaitu :

Pemberian informasi mengenai lingkungan kampus dan sekitarnya dapat dilakukan dalam satu matakuliah umum dalam beberapa kali pertemuan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan-kegiatan dalam kelompok yang dipandu dan difasilitator oleh mahasiswa yang lebih senior. Dinamika kelompok kecil akan lebih terasa dibandingkan kelompok besar, sehingga keakraban antar mahasiswa dalam kelompok maupun antar kelompok pun akan semakin terjalin dengan baik.

Penanaman nilai-nilai dan informasi baru sangat efektif dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dalam rupa permainan-permainan ringan tanpa hukuman. Hadiah telah terbukti efektif dalam membentuk dan mempertahankan suatu perilaku baru.

Sistem Kredit Poin per Materi dapat juga digunakan sebagai hadiah (rewards). Misalnya 1 poin untuk datang tepat waktu, 1 poin untuk kerapian, 1 poin untuk mengenal denah gedung kuliah. Jika mahasiswa tidak memperoleh standar poin tertentu, mahasiswa harus mengulang kegiatan tersebut di tahun depan ataupun pengurangan jumlah sks yang diambil.

Hal yang menyenangkan akan selalu diingat sebagai kenangan yang menyenangkan pula, dan tidak menimbulkan trauma.

Catatan :
OSPEK jaman lampau atau kegiatan yang menggunakan kedisiplinan semi-militer baik mental maupun fisik lebih baik diterapkan pada organisasi-organisasi kemahasiswaan seperti Pecinta Alam, Pramuka, dan MENWA bukan pada lembaga pendidikan umum seperti sekolah dan perguruan tinggi.

Inilah keadaan OSPEK 2002, panitia OSPEK Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan berbagai senjatanya sedang mengintimidasi para mahasiswa yang ketakutan (lihat penanda lingkaran : busur panah, tongkat kayu, tongkat bisbol, senjata yang lain tidak terekam dalam kamera karena saya sudah didorong-dorong untuk keluar arena).

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Belajar Bahasa Inggris

Arsip Artikel