Tak punya teman berbagi memicu timbulnya rasa bunuh diri pada pria. Park Yong Ha memilihi bunuh diri atas penyakit yang diderita ayahnya.
Saat diterpa masalah, wanita cenderung lebih memilih untuk berbagi cerita pada sahabatnya. Tapi tidak dengan kaum pria, mereka lebih menyukai menanggung semuanya sendiri. Tak bisa menyelesaikan dan merasa terbebani, sering memicu para pria untuk mengakhiri hidupnya.
Pria tiga kali lebih mungkin untuk mengakhiri hidup (bunuh diri) dibandingkan dengan wanita. Di Inggris, pria yang mencoba melakukan upaya bunuh diri berusia di bawah 35 tahun. Enggan membicarakan perasaan dan masalah dan malu untuk mencari bantuan menjadi alasan umum untuk bunuh diri.
Simak tiga pemikiran pria berikut ini yang dapat memicu timbulnya rasa ingin bunuh diri mereka, seperti ditulis dalam nhs.com :
1. Kuat dan diam
Tak sedikit pria yang merasa bahwa mereka mampu mengatasi masalahnya sendiri. Keterbukaan justru dianggap mereka sebagai kelemahan. Seorang psikoterapis, Lucy Beresford mengatakan, mental anak lelaki terbentuk ketika para ibu melontarkan pernyataan bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis. Mereka menginginkan agar anak lelakinya tumbuh menjadi anak kuat.
"Stereotip bahwa laki-laki harusnya kuat dan diam inilah yang masih diperkuat oleh masyarakat. Membahas masalah-masalah pribadi dan pengekspresian perasaan adalah hal yang sulit bagi banyak pria," tambahnya.
Hal inilah yang kemudian menjadikan pria menjadi seseorang yang lebih pendiam ketika berada dalam masalah. Kemungkinan timbulnya rasa cemas pun terus melekat dalam pikirannya. Saat tidak bisa mengendalikannya, maka timbul rasa tidak berguna dan lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.
2. Faktor biologis
Jika kita memahami struktur otak pria dan wanita, sudah pasti kita dapat melihat perbedaannya. Menurut Lucy, wanita merasakan pelepasan fisiknya dengan berbagi emosi mereka. Inilah yang tidak dirasakan pria. Secara fisik mereka tidak merasa nyaman jika harus membicarakan hal terkait dengan emosional mereka.
"Ketika perempuan berada di bawah tekanan, berbicara merupakan cara yang dianggap baik untuk mengekspresikan perasaan mereka. Saat itulah mereka melepaskan hormon oksitoksin yang membuat mereka merasa lebih baik."
Hal ini kemudian diperkuat dengan adanya tanggapan dari Cary Cooper, seorang profesor dalam organisasi psikologi dan kesehatan dari Universitas Lancaster. "EQ (kecerdasan emosional) pria lebih rendah daripada wanita." Ini pula yang menyebabkan pria kurang lihai dalam mengolah kata tentang perasaan mereka.
3. Pemeliharaan sifat alami
Melihat perkembangan zaman, peran gender terlihat menjadi lebih buram, terutama pada hal terkait keterbukaan pada pengekspresian emosi pria.
Namun, pria memiliki banyak cara dalam mengatasi masalahnya. Salah satu caranya adalah dengan menghindari atau mengabaikan masalah. Untuk menenggelamkan masalah, mereka memilih untuk menghabiskan waktu bepergian atau sekadar nongkrong bersama dengan teman-temannya.
"Jika Anda merasa tidak ada tempat untuk meluapkan perasaan, dan Anda mulai mengubur dalam-dalam masalah itu. Merasa tidak dapat mengendalikan suatu peristiwa (masalah). Hal ini tentunya membuat Anda menjadi putus asa," urai Cooper. © VIVA.co.id