Gambar Ilustrasi |
Mengajar anak berkebutuhan kuhuss bukan perkara yang mudah. Diperlukan pendidikan dan keterampilan khusus agar dapat menangani mereka. Namun selain pendidikan dan keterampilan khusus, diperlukan juga yang namanya “Ketulusan, kesabaran, dan rasa mengasihi”.
Uning Taufiqi seorang guru honor Sekolah Luar Biasa di Kota Pontianak yang hampir satu tahanu mengajar anak berkebutuhan khusus ini berbagi pengalamannya sebagai guru yang mengajar kelas B atau anak-anak yang tuna rungu. Ia mengajar keterampilan kepada anak-anak berkebutuhan khusus ini seperti mengajar memasak,menjahit, dan lain sebagainya.
Uning Taufiqi menceritakan bahwa latar pendidikannya bukanlah dari jurusan SLB tetapi jurusan Umum. Sebelum ia mengajar di SLB, ia sempat mengajar di sekolah umum beberapa tahun. Bagi dirinya gaji yang didapatkan sangat kecil berbanding usaha yang ia tekuni yaitu berwirausaha. Namun karena merasa terpanggil dan merasa sangat diperlukan oleh anak berkebutuhan khusus, dan sangat puas melihat anak berkebutuhan khusus bisa mandiri. Maka ia putuskan untuk mengajar di SLB.
“Kalau disekolah umum itu ya seperti pada umumnya, bisa dibilang tidak punya keistimewaan kita disana, banyak-banyak guru lain. Kalau disini kita betul-betul diperlukan oleh anak-anak untuk membuat mereka mandiri terutamanya. Kalau dukanya, karena memang saya dari dulu umum jadi komunikasinya masih agak kurang dan itu memang mungkin perlu waktu saya bisa memahami betul-betul apa yang dimau mereka.” Ujarnya saat ditanya perbedaan mengajar di sekolah umum dengan SLB.
Uning mengakui sebelum mengajar di SLB ia tidak mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Tetapi berdasarkan niat tulus dan tekad yang kuat, pelatihan untuk menangani anak berkebutuhan khusus ia dapatkan melalui internet.
Diceritakannya anak yang tuna wicara dan tuna rungu ini secara akal mereka sempurna tetapi komunikasinya sangat kurang. Sehingga informasi yang didapatkan anak sangat kurang. Jadi sebagai guru harus banyak berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus agar dapat memberikan informasi yang seharusnya didapatkan oleh anak. Tetapi Uning tidak menafikan bahwa dia juga mendapatkan pelatihan yang diselenggarakn oleh dinas pendidikan, sekolah maupun dari pemerintah pusat.
Kata Uning : “Kami harus banyak dengan mereka itu sebenarnya ngobrol, berbicara, masukan kata-kata jadi biar mereka itu paham kalau misalnya garam rasanya asin. Kadang mereka ada yang belum tau,karena pernah merasa tapi tidak tau namanya itu garam. Itu bikin kita semakin semangat untuk belajar dan berkomunikasi dengan mereka”.
Menurut Uning, anak berkebutuhan khusus ini lebih tertarik pada pelajaran keterampilan dari pada teori. Karena sebenarnya yang diperlukan mereka adalah keterampilan untuk kemandarian mereka sendiri. Praktek lebih mereka perlukan ketimbang teori.
Uning berbagi tips bagi yang ingin mengajar di SLB yaitu harus ada panggilan hati. Apabila tidak ada panggilan hati mungkin tak akan ada cinta, tak akan ada sepenuh hati mengajar anak,dan penerimaan anak-anak kurang, karena kurang mencintai. Untuk mengajar di SLB harus benar-benar da keyakinan kalau dia itu terpanggil untuk mengajar di SLB, sabar dan punya ketertarikan minat untuk membantu anak yang berkebutuhan khusus serta jangan ada jarak dengan anak-anak. Kadang Uning juga berkirim pesan singkat dengan anak didiknya. Hal itu dilakukan agar sang anak mendapatkan kosa-kata baru.
Sementara itu Sulastri yang juga guru di SLB ini mempunyai latar belakang pendidikan khusus SLB di Universitas 11 Maret . Sejak dari SMA, ia memang mempunyai cita-cita untuk menjadi guru di SLB. Sulastri mengajar di SLB sejak 14 tahun yang lalu. Mengajar di kelas C atau Tuna Grahita yaitu individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan..
Sulastri berbagi pengalaman suka dukanya menjadi guru di SLB yaitu ketika mengajar tetap tidak bisa diterima anak didiknya, hal itu membuatnya sebagai guru merasa sedih. Sementara sukanya walaupun kemajuan sang anak hanya sedikit tapi itulah kemajuan yang paling terbesar.
Senada dengan Uning Taufiqi, untuk mengajar anak berkebutuhan khusus ini diperlukan juga panggilan hati. Selain itu Sabar, Ikhlas dan harus mengerti karakter anak seperti apa.
Uning Taufiqi seorang guru honor Sekolah Luar Biasa di Kota Pontianak yang hampir satu tahanu mengajar anak berkebutuhan khusus ini berbagi pengalamannya sebagai guru yang mengajar kelas B atau anak-anak yang tuna rungu. Ia mengajar keterampilan kepada anak-anak berkebutuhan khusus ini seperti mengajar memasak,menjahit, dan lain sebagainya.
Uning Taufiqi menceritakan bahwa latar pendidikannya bukanlah dari jurusan SLB tetapi jurusan Umum. Sebelum ia mengajar di SLB, ia sempat mengajar di sekolah umum beberapa tahun. Bagi dirinya gaji yang didapatkan sangat kecil berbanding usaha yang ia tekuni yaitu berwirausaha. Namun karena merasa terpanggil dan merasa sangat diperlukan oleh anak berkebutuhan khusus, dan sangat puas melihat anak berkebutuhan khusus bisa mandiri. Maka ia putuskan untuk mengajar di SLB.
“Kalau disekolah umum itu ya seperti pada umumnya, bisa dibilang tidak punya keistimewaan kita disana, banyak-banyak guru lain. Kalau disini kita betul-betul diperlukan oleh anak-anak untuk membuat mereka mandiri terutamanya. Kalau dukanya, karena memang saya dari dulu umum jadi komunikasinya masih agak kurang dan itu memang mungkin perlu waktu saya bisa memahami betul-betul apa yang dimau mereka.” Ujarnya saat ditanya perbedaan mengajar di sekolah umum dengan SLB.
Uning mengakui sebelum mengajar di SLB ia tidak mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani anak berkebutuhan khusus. Tetapi berdasarkan niat tulus dan tekad yang kuat, pelatihan untuk menangani anak berkebutuhan khusus ia dapatkan melalui internet.
Diceritakannya anak yang tuna wicara dan tuna rungu ini secara akal mereka sempurna tetapi komunikasinya sangat kurang. Sehingga informasi yang didapatkan anak sangat kurang. Jadi sebagai guru harus banyak berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus agar dapat memberikan informasi yang seharusnya didapatkan oleh anak. Tetapi Uning tidak menafikan bahwa dia juga mendapatkan pelatihan yang diselenggarakn oleh dinas pendidikan, sekolah maupun dari pemerintah pusat.
Kata Uning : “Kami harus banyak dengan mereka itu sebenarnya ngobrol, berbicara, masukan kata-kata jadi biar mereka itu paham kalau misalnya garam rasanya asin. Kadang mereka ada yang belum tau,karena pernah merasa tapi tidak tau namanya itu garam. Itu bikin kita semakin semangat untuk belajar dan berkomunikasi dengan mereka”.
Menurut Uning, anak berkebutuhan khusus ini lebih tertarik pada pelajaran keterampilan dari pada teori. Karena sebenarnya yang diperlukan mereka adalah keterampilan untuk kemandarian mereka sendiri. Praktek lebih mereka perlukan ketimbang teori.
Uning berbagi tips bagi yang ingin mengajar di SLB yaitu harus ada panggilan hati. Apabila tidak ada panggilan hati mungkin tak akan ada cinta, tak akan ada sepenuh hati mengajar anak,dan penerimaan anak-anak kurang, karena kurang mencintai. Untuk mengajar di SLB harus benar-benar da keyakinan kalau dia itu terpanggil untuk mengajar di SLB, sabar dan punya ketertarikan minat untuk membantu anak yang berkebutuhan khusus serta jangan ada jarak dengan anak-anak. Kadang Uning juga berkirim pesan singkat dengan anak didiknya. Hal itu dilakukan agar sang anak mendapatkan kosa-kata baru.
Sementara itu Sulastri yang juga guru di SLB ini mempunyai latar belakang pendidikan khusus SLB di Universitas 11 Maret . Sejak dari SMA, ia memang mempunyai cita-cita untuk menjadi guru di SLB. Sulastri mengajar di SLB sejak 14 tahun yang lalu. Mengajar di kelas C atau Tuna Grahita yaitu individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan..
Sulastri berbagi pengalaman suka dukanya menjadi guru di SLB yaitu ketika mengajar tetap tidak bisa diterima anak didiknya, hal itu membuatnya sebagai guru merasa sedih. Sementara sukanya walaupun kemajuan sang anak hanya sedikit tapi itulah kemajuan yang paling terbesar.
Senada dengan Uning Taufiqi, untuk mengajar anak berkebutuhan khusus ini diperlukan juga panggilan hati. Selain itu Sabar, Ikhlas dan harus mengerti karakter anak seperti apa.