1. ERP adalah sistem jalan berbayar bagi kendaraan yang melintasinya. Secara sistem, ERP tak berbeda jauh dengan jalan tol di Indonesia. Namun ERP tak memiliki loket penarik tarif dari pengemudi. Pemerintah Singapura memiliki alat yang menarik langsung uang pengemudi dari rekening mereka. Dan perangkat itu tersebar di muka jalan yang banyak dilalui kendaraan.
"ERP bukan electronic road pricing, tapi everyday robe people. Karena tarifnya sungguh mahal," kata Jean.
2. Sudut berbicara atau speak corner
Sama seperti Indonesia yang mengusung asas demokrasi, pemerintah Singapura mengizinkan masyarakatnya untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Tapi mereka tak boleh berunjuk rasa di sembarang tempat. Untuk itu, pemerintah Singapura menyediakan speak corner atau pojok berbicara. Untuk mengeluarkan uneg-unegnya di muka umum, demonstran harus mendaftar dulu ke instansi pemerintah.
"Tapi tak ada juga yang berbicara di sana karena setiap orang sibuk. Dan tidak ada yang mendengarkan karena mereka malas berpanas-panasan," kata Jean.
3. Kincir raksasa
Flyer, sebuah kincir raksasa yang berada di selatan Singapura. Tepatnya dekat dengan Marina Bay. Kata Jean, tiap penumpang Flyer bisa melihat seluruh Singapura dari atas, dan sebagian Pulau Sumatera. Dan untuk itu, diperlukan waktu 30 menit setiap satu putaran. "Kincir ini pun lebih besar daripada yang ada di London," ujar Jean.
4. Mobil akhir pekan
Guna menekan jumlah kendaraan di jalanan, pemerintah Singapura menerapkan dua sistem kendaraan pribadi: mobil hari kerja dan mobil akhir pekan. Secara umum, tak ada yang beda dengan dua kendaraan roda empat itu. Pelat nomornya saja tidak sama. Mobil akhir pekan berpelat merah dan mobil hari kerja berpelat hitam.
Kata Jean, mobil akhir pekan hanya bisa dipakai pada Sabtu, Ahad, hari libur nasional, dan setiap hari di atas pukul 19.00. Sedangkan mobil hari kerja bisa dipakai kapan pun. "Mobil akhir pekan boleh dipakai di jam kerja, tapi harus izin dulu dan akan ditarik bayaran tinggi," ujarnya.
5. Rumah kuli
Di kawasan China Town, kata Jean, terdapat rumah kuli atau coolie house. Bangunan itu berlantai tiga dengan luas ruangan sekitar 60 meter persegi. Dinamakan rumah kuli karena di zaman dulu memang digunakan sebagai tempat tinggal pekerja bangunan asal Cina.
"Satu ruangan bisa dihuni 223 kuli, tanpa sekat kamar dan toilet. Tapi sekarang bangunan itu sudah berubah jadi restoran," kata dia.
"ERP bukan electronic road pricing, tapi everyday robe people. Karena tarifnya sungguh mahal," kata Jean.
2. Sudut berbicara atau speak corner
Sama seperti Indonesia yang mengusung asas demokrasi, pemerintah Singapura mengizinkan masyarakatnya untuk mengemukakan pendapat di muka umum. Tapi mereka tak boleh berunjuk rasa di sembarang tempat. Untuk itu, pemerintah Singapura menyediakan speak corner atau pojok berbicara. Untuk mengeluarkan uneg-unegnya di muka umum, demonstran harus mendaftar dulu ke instansi pemerintah.
"Tapi tak ada juga yang berbicara di sana karena setiap orang sibuk. Dan tidak ada yang mendengarkan karena mereka malas berpanas-panasan," kata Jean.
3. Kincir raksasa
Flyer, sebuah kincir raksasa yang berada di selatan Singapura. Tepatnya dekat dengan Marina Bay. Kata Jean, tiap penumpang Flyer bisa melihat seluruh Singapura dari atas, dan sebagian Pulau Sumatera. Dan untuk itu, diperlukan waktu 30 menit setiap satu putaran. "Kincir ini pun lebih besar daripada yang ada di London," ujar Jean.
4. Mobil akhir pekan
Guna menekan jumlah kendaraan di jalanan, pemerintah Singapura menerapkan dua sistem kendaraan pribadi: mobil hari kerja dan mobil akhir pekan. Secara umum, tak ada yang beda dengan dua kendaraan roda empat itu. Pelat nomornya saja tidak sama. Mobil akhir pekan berpelat merah dan mobil hari kerja berpelat hitam.
Kata Jean, mobil akhir pekan hanya bisa dipakai pada Sabtu, Ahad, hari libur nasional, dan setiap hari di atas pukul 19.00. Sedangkan mobil hari kerja bisa dipakai kapan pun. "Mobil akhir pekan boleh dipakai di jam kerja, tapi harus izin dulu dan akan ditarik bayaran tinggi," ujarnya.
5. Rumah kuli
Di kawasan China Town, kata Jean, terdapat rumah kuli atau coolie house. Bangunan itu berlantai tiga dengan luas ruangan sekitar 60 meter persegi. Dinamakan rumah kuli karena di zaman dulu memang digunakan sebagai tempat tinggal pekerja bangunan asal Cina.
"Satu ruangan bisa dihuni 223 kuli, tanpa sekat kamar dan toilet. Tapi sekarang bangunan itu sudah berubah jadi restoran," kata dia.