KEHAMILAN sebaiknya direncanakan secara matang. Selain mental ibu, fisik calon bayi juga harus dijaga kesehatannya agar risiko penyakit jangka panjang, seperti hipertensi, diabetes, dan jantung bisa terhindari.
Kesiapan memiliki anak sejatinya harus dibarengi dengan kesiapan memenuhi segala kebutuhan nutrisi yang diperlukan calon ibu dan janinnya. Pasalnya, periode 1.000 hari pertama kehidupan sejak dalam kandungan merupakan kesempatan terbaik untuk mencegah potensi munculnya penyakit tak menular pada kemudian hari. Umpamanya obesitas, alergi, diabetes, hipertensi, hingga penyakit jantung.
“Fase pemenuhan gizi ibu dan bayi yang paling efektif harus dimulai sebelum masa kehamilan dan kemudian berfokus pada 12 minggu pertama masa kehamilan. Inilah masa terpenting dalam pembentukan ‘cetak biru genetik’ yang menentukan kesehatan anak hingga dewasa,” tutur Dr Noroyono Wibowo SpOG(K) dari RSCM dalam acara simposium “The Importance of Early Life Nutrition: Blue Print of Legacy of Long Term Health”, di Jakarta, belum lama ini.
Pria yang akrab disapa Dr Bowo itu menganalogikan kehamilan layaknya membangun sebuah rumah. “Seperti membangun rumah, kita harus mencari arsitek, membeli bahan material, mendesain interior,dan sebagainya. Kehamilan juga sama, rencanakanlah dan perhatikanlah status nutrisi sang ibu dan calon janin,” sebut Presiden Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) itu.
Dia menuturkan, nutrisi yang diperlukan calon ibu selama kehamilan diumpamakan seperti bahan material bangunan. Taruhlah batu bata yang bisa diganti dengan batako. Sama-sama batu, akan tetapi dari segi kekuatan dan keindahannya kurang dibandingkan batu bata. Demikian pula dalam hal kehamilan. Nutrisi yang tidak lengkap, tetapi dianggap cukup, memang bisa membentuk manusia baru.
Namun, manusia yang hanya seolah-olah sempurna. Sementara itu,jika membangun rumah dipengaruhi cuaca, maka kehamilan juga dipengaruhi infeksi atau faktor kelelahan yang dialami calon ibu. Di sinilah pentingnya ibu hamil untuk mempersiapkan diri dengan sistem kekebalan tubuh yang baik. Karena itu, Dr Bowo menegaskan pemenuhan gizi ibu dan anak menjadi modal penting untuk berinvestasi. Anak yang terlahir sehat bisa dibentuk sedini mungkin untuk menjadi tokoh sukses dunia.
Setelah kelahiran, 24 bulan pertama merupakan masa yang harus dijaga karena masa ini merupakan periode penting untuk tumbuh kembang anak yang optimal. ”Jika masalah gizi maupun kesehatan tidak diatasi dalam rentang usia ini, maka dapat berdampak negatif pada usia selanjutnya,” ujar Dr Yoga Devaera, staf Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolisme Departemen Anak RSCM.
Menurut Dr Yoga, hubungan gizi dan berat lahir sangat menentukan program pembentukan seluruh organ dan hormon yang diperlukan tubuh. Program sejak di dalam kandungan dan bayi inilah yang akan menentukan seseorang memiliki penyakit tertentu ketika dewasa. Karena itu, saat awal kehamilan, ada masa yang disebut dengan masa rentan awal, yaitu pembentukan janin.
Dia mencontohkan, bayi dengan berat lahir rendah, yakni di bawah 2,5 kilogram, karena malanutrisi akan memengaruhi jumlah spesifik organ, misalnya sel beta pankreas. Sel ini adalah sel yang bertugas membantu proses sekresi hormon insulin dalam tubuh. Jumlah sel beta pankreas ini selalu tetap sejak di dalam tubuh dan tidak akan berubah hingga manusia dewasa. ”Pada bayi malanutrisi yang lahir dengan berat badan rendah,tentu jumlah sel ini tidak normal dan cenderung kurang. Tidak heran bisa berpotensi terkena diabetes ketika dewasa nanti,” ujar Dr Yoga.
Beberapa bayi yang memiliki berat lahir rendah juga harus menambah beratnya untuk mengejar ketertinggalan dengan bayi-bayi lain. Bila proses ini tidak dipantau, yang terjadi adalah organ tubuh akan bekerja lebih keras. ”Bila rentang yang dikejar terlalu besar,maka organ tertentu akan rusak.Oleh sebab itu, bayi dengan berat lahir rendah biasanya dibiarkan tetap kecil perawakannya, asalkan dipantau pertumbuhannya,” kata Yoga.
Kalau dipaksa besar, bayi bisa mengalami obesitas meskipun diberi nutrisi wajar seperti bayi normal lainnya. Hal senada dikatakan Dr Widjaja Lukito, pengajar dan peneliti di Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Menurut dia, status gizi anak pada awal kehidupan dipengaruhi status gizi ibu selama kehamilan, dan sekaligus akan menentukan status kesehatannya pada kehidupan selanjutnya.
Anak dengan gizi buruk memiliki risiko penyakit degeneratif seperti diabetes saat memasuki usia dewasa dan lanjut usia (lansia).
Dengan demikian, masalah gizi yang terjadi sekarang bukan merupakan masalah pada saat ini saja, juga berpotensi menjadi akar masalah kesehatan masyarakat pada masa mendatang.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan, kekurangan mikronutrien memiliki kaitan erat dengan risiko reproduktif, mulai kemandulan, kerusakan struktur janin,sampai penyakit tidak menular berbahaya jangka panjang. Penelitian-penelitian tersebut melihat masa sebelum pembuahan dan masa awal kehamilan dengan diet merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap pertumbuhan embrio dan janin.
Tak bisa dimungkiri kebutuhan akan asam folat, vitamin B12, vitamin B6, vitamin A, antioksidan, zat besi, zinc, dan tembaga merupakan mikronutrien utama yang sangat penting untuk dikonsumsi pada masa sebelum dan tahap awal kehamilan. ”Sayangnya, masalah pemenuhan gizi ibu hamil ini masih sering dikesampingkan,” tutur Bowo.