Sepanjang sejarah, banyak budaya masih melakukan ritual unik terhadap kaum perempuan. Ini mungkin yang teraneh, di mana perempuan harus menangis pada saat menikah.
Tradisi ini dilakukan perempuan di Barat Daya China Provinsi Sichuan. Menurut adat, adalah wajib bagi pengantin perempuan untuk menangis di hari pernikahannya.
Ritual menangis pada hari pernikahan bermula pada awal abad ke-17 dan tetap demikian sampai masa dinasti Qing berakhir pada 1911. Tradisi ini diceritakan mulai dilakukan pada Periode Negara Perang (475-221 SM), ketika putri dari Negara Zhao menikah dengan putra Negara Yan.
Pada saat keberangkatan sang putri, ibunya menangis di dekat kaki sang putri, memintanya pulang ke rumah secepat mungkin. Menurut legenda, peristiwa tersebut menjadi pernikahan pertama yang diliputi tangis.
Meskipun kebiasaan ini sekarang tidak sepopuler dulu, nyatanya masih ada sejumlah besar keluarga yang berlatih dengan semangat. Tradisi ini masih dilakukan orang-orang Tujia di Provinsi Sichuan, China.
Ritualnya sendiri sederhana, pengantin perempuan hanya harus meneteskan air mata. Jika tidak bisa, tetangganya akan memandang rendah dirinya, bahkan lebih buruk lagi, dia bisa menjadi bahan tertawaan tetangga desanya. Dalam satu kasus yang ekstrem, pengantin perempuan dipukuli ibunya agar mau menangis di pesta pernikahan.
Ritual ini dilakukan secara berbeda di berbagai wilayah Provinsi Sichuan. Di barat, misalnya, kebiasaan ini disebut Zuo Tang (duduk di aula). Secara harfiah, ini berarti pengantin perempuan harus duduk di aula dan menangis.
Dalam kurun sebulan sebelum hari pernikahan, sang gadis harus berjalan ke sebuah aula besar setiap malam dan menangis selama sekira satu jam. Setelah sekira 10 hari, ibunya akan bergabung dan keduanya berteriak bersama-sama.
Sepuluh hari kemudian, neneknya bergabung melakukan hal yang sama. Beberapa hari kemudian, saudara pengantin perempuan dan saudara perempuan lainnya juga bergabung, mirip festival menangis.
Selama menangis, mereka tidak hanya menumpahkan air mata. Ada sebuah lagu yang juga didendangkan, judulnya "Lagu Pernikahan Menangis". Beberapa lagu lainnya seputar tema etika dan berbakti turut didendangkan.
Jika Anda pikir tradisi ini aneh, ada yang lebih aneh lagi. Beberapa pengantin perempuan bahkan tidak membatasi diri untuk hanya menangis. Mereka bersumpah pada mak comblangnya!
Maklum, di masa lalu perempuan tidak punya hak suara dalam pernikahannya sehingga bergantung pada comblang. Nah, di hari pernikahannya, mereka memiliki kebebasan penuh untuk memberikan hal istimewa pada mak comblangnya. Namun, tradisi ini tidak dilakukan sesering dulu.
Pada dasarnya, ritual menangis pada momen pernikahan dimaksudkan untuk memicu suasana kebahagiaan tanpa kata-kata palsu. Apalagi bila pengantin perempuan tidak suka dengan calon suaminya.
Tradisi ini dilakukan perempuan di Barat Daya China Provinsi Sichuan. Menurut adat, adalah wajib bagi pengantin perempuan untuk menangis di hari pernikahannya.
Ritual menangis pada hari pernikahan bermula pada awal abad ke-17 dan tetap demikian sampai masa dinasti Qing berakhir pada 1911. Tradisi ini diceritakan mulai dilakukan pada Periode Negara Perang (475-221 SM), ketika putri dari Negara Zhao menikah dengan putra Negara Yan.
Pada saat keberangkatan sang putri, ibunya menangis di dekat kaki sang putri, memintanya pulang ke rumah secepat mungkin. Menurut legenda, peristiwa tersebut menjadi pernikahan pertama yang diliputi tangis.
Meskipun kebiasaan ini sekarang tidak sepopuler dulu, nyatanya masih ada sejumlah besar keluarga yang berlatih dengan semangat. Tradisi ini masih dilakukan orang-orang Tujia di Provinsi Sichuan, China.
Ritualnya sendiri sederhana, pengantin perempuan hanya harus meneteskan air mata. Jika tidak bisa, tetangganya akan memandang rendah dirinya, bahkan lebih buruk lagi, dia bisa menjadi bahan tertawaan tetangga desanya. Dalam satu kasus yang ekstrem, pengantin perempuan dipukuli ibunya agar mau menangis di pesta pernikahan.
Ritual ini dilakukan secara berbeda di berbagai wilayah Provinsi Sichuan. Di barat, misalnya, kebiasaan ini disebut Zuo Tang (duduk di aula). Secara harfiah, ini berarti pengantin perempuan harus duduk di aula dan menangis.
Dalam kurun sebulan sebelum hari pernikahan, sang gadis harus berjalan ke sebuah aula besar setiap malam dan menangis selama sekira satu jam. Setelah sekira 10 hari, ibunya akan bergabung dan keduanya berteriak bersama-sama.
Sepuluh hari kemudian, neneknya bergabung melakukan hal yang sama. Beberapa hari kemudian, saudara pengantin perempuan dan saudara perempuan lainnya juga bergabung, mirip festival menangis.
Selama menangis, mereka tidak hanya menumpahkan air mata. Ada sebuah lagu yang juga didendangkan, judulnya "Lagu Pernikahan Menangis". Beberapa lagu lainnya seputar tema etika dan berbakti turut didendangkan.
Jika Anda pikir tradisi ini aneh, ada yang lebih aneh lagi. Beberapa pengantin perempuan bahkan tidak membatasi diri untuk hanya menangis. Mereka bersumpah pada mak comblangnya!
Maklum, di masa lalu perempuan tidak punya hak suara dalam pernikahannya sehingga bergantung pada comblang. Nah, di hari pernikahannya, mereka memiliki kebebasan penuh untuk memberikan hal istimewa pada mak comblangnya. Namun, tradisi ini tidak dilakukan sesering dulu.
Pada dasarnya, ritual menangis pada momen pernikahan dimaksudkan untuk memicu suasana kebahagiaan tanpa kata-kata palsu. Apalagi bila pengantin perempuan tidak suka dengan calon suaminya.